Sabtu, 07 Oktober 2017

Naskah Wangsakerta pustaja rjya rajya i bhumi nusantara cirebon

Peninggalan Naskah Wangsa Kerta (Pustaka Rājya-Rājyai Bhumi Nusāntara)

Naskah Wangsakerta adalah naskah yang disusun oleh Pangeran Wangsakerta Cirebon, dari naskah-naskah yang beliau susun salah satunya adalah kitab yang diberi Judul Pustaka Rājya-Rājyai Bhumi Nusāntara.
Kali ini wabsite Sejarah Cirebon akan membagikan kandungan dari naskah  Pustaka Rājya-Rājyai Bhumi Nusāntara tepatnya Parwa (bab) II Sarggah (buku) III.
Dalam kitab ini, didalamnya terkandung:
Purwa Wakya (Kata Permulaan)
Manggala sastra (Cerita Pembuka)
Serta Isi Cerita Naskah
Untuk memudahkan dan memanjakan pembaca agar dapat membaca dengan seksama kami hanya menampilkan terjemahan dari naskahnya saja, selain itu terjamahan yang kami suguhkan sengaja kami buat mengikuti kaidah penulisan yang  berlaku sekarang,  dalam kata lain terjamahan tidak disuguhkan sebgaimana tampilan alih aksara maupun translit naskah aslinya.

Naskah Alih Aksara Dari Jawa Ke Latin

Isi Kata Permulaan Alih Aksara
Naskah Terjamah  Dari Jawa Ke Bahasa Indonesia

Isi Kata Permulaan Terjamah
Naskah ini kami peroleh dari dokumen Transliterasi Teks dan Terjemahan Dinas Kebudayaan Balai pengelolaan Musium Negeri Sribaduga Jawabarat 2009. Dengan Peneliti Mamat Ruhaimat.

Cover Translitasi dan Terjamahan Naskah
Demikian Isi kandungan Naskah Wangsakerta  dalam Kitab Pustaka Rājya-Rājyai Bhumi Nusāntara tepatnya Parwa (bab) II Sarggah (buku) III:

Kata Permulaan

Inilah Pustaka Kerajaan-kerajaan di Bumi Nusantara. Sargah ketiga dari parwa kedua, merupakan pustaka Kerajaan-kerajaan di Bumi Nusantara, kejadian penting, dan yang berhubungan dengan itu. Disusun dan dibukukan olehku, besertabeberapa puluh orang mahakawi, para pemuka, raja, pemimpin yang merupakan duta kerajaan daerah, hulubalang, pemerintah daerah, pemuka agama, dan seluruh menteri Raja Carbon termasuk jaksa yang tujuh orang. Dengan pimpinanku sebagai ketua yaitu: Pangeran Wangsakreta bergelar Abdulkamil Mohammad Nasaruddin sebagai Panembahan Carbon atau Panembahan Ageung Gusti Carbon Panembahan Tohpati namaku yang lain.

Cerita Pembuka

Semoga selamat. Walaupun aku sebagai penulis mengenai riwayat kerajaan, kejadian penting, dan tuntunan kerajaan terlebih dahulu menyampaikan pujian kepada Hyang Tunggal dan aku tunduk pada kewajiban utama, sebagai muslim karena aku adalah keturunan dari Susuhunan Jati sebagai gurubesar agama Islam di bumi Jawa Barat. Demikian pula karenanya aku senantiasa berkata kepada semua pemeluk agama yang terkait dengan naskah ini, sungguh-sungguhlah dalam keadian. Semua yang tersebar ke mana-mana. dibukukan menjadi satu.Setelah disetujui dan direstui oleh beberapa orang maha-kawi, yaitu mereka yang memahami sejarah wilayah di bumi Nusantara.

Kitab ini adalah kisah para raja yang besar pengaruhnya di kerajaan-kerajaannya. Kisah-kisah tentang nenek moyang yang sangat mengesankan dari cerita orang-orang pandai yang sangat membantu. Inilah riwayat kerajaan-kerajaan yang memuat kisah raja dari kitab segala kerajaan yang ada di bumi Nusantara. Yaitu Pulau Jawa dan sekitarnya yang sudah termasuk di dalamnya. Dengan segala daya upaya akhirnya selesai juga pada waktunya, pekerjaan yang baik dan lengkap ini. Adapun sang penulis kitab ini karena diberi tugas oleh ayahku yaitu Pangeran Resmi yang bergelar Panembahan Adiningrat Kusuma atau Panembahan Ghirilaya nama lainnya pada saat ayahku masih hidup.

Demikian pula aku diperintahkan menulis kitab ini oleh Sultan Banten yaituPangeran Abdul Path Abdulpatah dengan gelar penobatannya Sultan Ageng Tirtaya-sa. Begitu juga Susuhunan Mataram yaitu Pangeran Arya Prabu Adi Mataram namanya, bergelar Susuhunan Amangkurat menghendaki demikian. Begitu juga banyak lagi para pembesar di bumi Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang menghendaki demikian.

Oleh sebab itu tulisan pada kisah ini adalah sebagai ilmu pengetahuan bagi orang banyak. Akan lebih baik jika kitab raja dan kerajaan ini dijadikan tuntunan kesejahteraan dan kejayaan negaranya, serta orang banyak senang berbakti kepada raja mereka yang adil. Bahkan kitab ini dijadikan petunjuk bagi orang yang akan mempelajari segala adat istiadat kuna, serta ingin mengetahu asal mula berdirinya suatu negeri di bumi Nusantara, dan di sekitarnya. Karena itu aku senantiasa berharap mendapat kisah yang sesungguhnya. Adapun yang dijadikan tempat bermusyawarah dan berunding mengenai penyusunan dan penulisan Kitab Segala Kerajaan di Bumi Nusantara ini yaitu di Paseban Keraton Kasepuhan Carbon.

Selanjutnya hendak diceritakan mereka yang datang untuk menghadiri perundingan dalam penyusunan kitab ini yaitu agar dapat dikerjakan dengan baik dan benar serta lengkap. Karena mereka semua terkenal pandai tiada celanya dan bersama-sama serta dengan kita semua, agar mendapat hasil yang baik dan sempurna.

Di antara mereka itu adalah para pemuka agama Islam, pemuka agama Kawisnawan, pemuka agama Kasewan pemuka agama Khong Pu Ce atau Kwam Im Po Co yaitu mahakawi orang Cina dari Semarang. Kemudian beberapa orang mahakawi, kepala suku dari beberapa kerajaan serta juga para pembesar, para utusan, dengan abdi dalem Carbon yang semuanya berada di bawah pimpinanku. Mereka semua dijamu dengan serba kenikmatan oleh kakandaku yaitu Sultan Sepuh Pangeran Samsudin Mertawijaya namanya. Kemudian Sultan Sepuh memberikan nasihat kepada mereka semua yang hadir dalam penghadapan di balairung. Beginilah nasihatnya:

“Aku meminta kepada semua yang merasa berseteru di antara pribadi masing-masing, agar segera dilapangkan dadanya, semua yang sudah terjadi, hendaknya diganti dengan perasaan persahabatan yang baik. Dengan begitu pekerjaan kita berhasil dengan baik dan sempurna. Janganlah kalian mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh kepada sesama utusan kerajaan. Bukankah kalian semua sudah satu tekaddan pandangan untuk mengerjakan karya besar ini. Tentu saja kalian semuamemegang teguh adat-istiadat yang berlaku.Sesuai dengan jejak langkah nenek moyang.”

Serta banyak lagi nasihat lainnya dari kakanda Sultan Sepuh. Adapun sang mahakawi para pembesar, gurubesar agama, para kepala suku, utusan dari beberapa kerajaan, dan negeri lainnya, atau desa dan wilayah Nusantara, di antaranya yaitu:
Banten    
Kertabhumi
Ghajah
Jayakarta
Sumedang
Ambwan
Mataram
Tanjungpura
Maloku
Tampiwang
Ghurun
Bantayan
Tanjungkute
Tanjungnagara
Tanjungpuri
Manangkabwa
Kampeharwe
Palembang
Siak
Barus
Tumasik
Tringgano
Malaka
Talaga
Sindangkasih
Dermayu
Lwasari
Barebes
Kudus
Karawang
Lasem
Cangkwang
Tuban
Ukur
Surabaya
Sukapura
Wirasaba
Parakanmuncang
Pasuruan
Kuningan
Telegi
Ghalunggung
Panarukan
Imbanagara
Ghresik
Rancamaya
Semarang
Japara
Demak
Parllak
Kediri
Buruneng
Mojoagung
Paseh
Bagelen
Lamuri
Balangbangan
Mengkasar
Madura
Banggawi
Nusa Bali
Ghaliyao
Bangka
Ghaluh
Jambi
Kutalingga
Seran
Lwah
Kemudian dari Carbon dan semuanya lagi datang mereka berkumpul. Ada juga beberapa pembesar yang tidak datang, karena mereka ada halangan. Mereka semua para pembesar di kerajaan Carbon melaksanakan tugasny masing-masing, di antaranya yaitu, aku sendiri Pangeran Wangsakerta sebagai ketua kelompok penyusun naskah dan pemimpin dari semua pembesar dan pemimpin segala suku bangsa pada waktu pertemuan, juga dalam penulisan, cara dan jalan riwayat yang sesungguhnya, agar sempurna dan menjadi jelas, serta tidak berlawanan. Kemudian Ki Raksanagara sebagai juru tulis naskah dan pelayan para utusan yang hadir. Kemudian Ki Angga- diraksa sebagai wakil juru tulis, dan sebagai bendahara dari semuanya. Kemudian Ki Purbanagara, sebagai pencari dan pengambil naskah-naskah dari negara lain, yang akan dipilih mereka semuanya.

Mana yang benar dan mana yang salah, atau tidak benar. Karena dia memiliki pengetahuan yang luas mengenai kisah berdiri dan runtuhnya sebuah kerajaan di bumi Nusantara. Selanjutnya, Ki Singhanagara sebagai pemimpin pengawal keraton dan semua utusan dari segala negeri yang datang di Carbon. Dia bersama dengan semua pasukan bersenjata yang banyaknyatujuh puluh orang. Kemudian Ki Anggadiprana, sebagai utusan yang berkeliling ke seluruhkerajaan, negeri, desa, dan wilayah. Serta dia juga sebagai penerjemah di antara para utusan. Kemudian Ki Anggaraksa tugas utamanya sebagai pemimpin dapur, makanan, dan menyediakan segala kenikmatan bagi para utusan. Kemudian Ki Nayapati tugas utamanya sebagai penyedia tempat menginap dan tidur, atau tempat tinggal bagi para utusan dan kendaraannya. Juga sebagai pemimpin pasukan pengawal. Adapun tiap-tiap pembesar kerajaan Carbon diberi tugas mandiri bersama semua bawahannya masing-masing.

Pada saat menyusun naskah ini, aku senantiasa menemukan rintangan besar,kesulitan yang bertingkat-tingkat. Karena ada di antara para mahakawi dan pembesar sebagai utusan kerajaan berbeda pendapat dalam mengisahkan riwayat tentang negerinya masing-masing, tentang kejayaannya, keindahannya. Demikian mereka katakan. Seperti juga sang mahakawi Jawa dan sang mahakawi dari Sunda. Kemudian sang mahakawi dari Banten dan sang mahakawi dari Mataram dengan sang mahakawi Carbon terdapat perbedaan dalam menguraikan kisah negaranya masing-masing, sehingga saling berlawanan.

Demikian pula sang mahakawi dari Paseh dengan sang mahakawi dari Kudus. Juga sang mahakawi dari Sumedang dengan sang mahakawi dari Carbon, dia hampir saja ribut, dan mereka menjadi bermusuhan serta berkelahi. Hampir saja tidak dapat menemukan kisah yang sesungguhnya. Demikian pula sang mahakawi dari Mengkasar dan pembesar dari Mataram dengan Mandura. Kemudian sang mahakawi dari Tanjungkute dengan utusan dari Palembang dan sang mahakawi dari Ukur. Tetapi sama halnya lagi yaitu ada lima kelompok mahakawi dan kepala suku yang saling memarahi dan akhirnya rebut hampir saja menjadi perkelahian di dalam paseban sejak memulai pertama kali menulis kitab segala kerajaan di bumi Nusantara dan sekitarnya. Di antaranya, yang pertama beberapa utusan dari Surabaya, Pasuruan,Panarukan, Blangbangan, Nusa Bali, Mandura, Mengkasar, Banggawi, Ghaliyao, Seran, Lwah Ghajah, Ambwan, Maloku, Taliwang, Ghurun, Bantayan,Banten, Palembang. Yang kedua utusan dari Mataram, Lasem, Tuban,Wirasaba, Semawis, Kediri, Mojwagung, Lwasari, Barebes,Telegil, Japara. Yang ketiga utusan dari Jayakarta, Demak, Kudus, Carbon, Paseh, Gresik, Tanjungpuradi Krawang, Cangkwang, Kuningan, Barus, Malaka, Tumasik, Tringgano. Keempat utusan dari Sumedang, Ukur, Sukapura, Parakanmuncang, Ghalunggung, Rancamaya, Talaga, Sindangkasih, Ghaluh, Kretabhumi, Imbanagara, Rajagaluh, dan Luragung. Kelima utusan dari Jambi, Bangka, Parllak, Buruneng, Lamuri, Kutalingga,Tanjungkute, Tanjungnagara, Tanjungpuri, Manangkabwa, Kampehar, dan Syak ini terdiam sendiri mendengar tanpa bicara karena merasa terbawa dalam riwayat yang sesungguhnya. Tambahan puladi antara mereka ada yang menceritakan riwayatnya dengan berbelit-belit. Ada yang bercerita dibuat sendiri menurut kehendak dan hayalan semata. Semua yang dikatakan tersebut tidak diambil dan dijadikan tulisan. Ada yang mengeluarkan kata dengan hasratnya sendiri, dan tidak patut. Hampir saja terjadi keributan. Karena aku telah banyak mempelajari segala macam kisah tentang kerajaan-kerajaan di bumi Nusantara serta memiliki berbagai naskah kerajaan yang membuat mereka terkalahkan semua.

Selain itu juga aku dijadikan pemimpin mereka semua. Demikianlah aku selalu mengambil jalan tengah. Tetapi aku senantiasa merundingkan kembali apabila telah selesai dan mempertimbangkannya bersama mereka semua tanpa henti-hentinya. Bersama orang-orang tua, para mahakawi, para pembesar, utusan kerajaan yang cerdik dan pandai. Demikianlah pada akhirnya mereka semua memberikan kisah yang sesungguhnya tanpa berbelit-belit lagi, dan itu tidak menjadikan kesukaran lagi. Bukankah mereka semua sudah satu kehendak, yaitu memegang teguh amanat Sultan Sepuh Carbon, yaitu para utusan kerajaan yang satu tujuan, sama-sama berharap mendapat kesempurnaan dari karya besar yang dijadikan acuan pengetahuan sejarah. Dijadikan pegangan seluruh orang banyak dari rakyat jelata hingga bangsawan, serta dijadikan pedoman pemerintahan bagi raja pemimpin negara, atau desa, dan daerah. Serta dengan segala daya upayaku yang lamanya beberapa hari akhirnya selesai juga ditulis dengan baik dan disepakati. Dengan demikian selesailah ditulis beberapa sargah dari Kitab Segala Kerajaan di Bumi Nusantara. Meskipun demikian, akan diadakan perbaikan jika ada yang salah atau kelalaian dalam penyusunan kitab ini. Kemudian karya besar ini dijadikan riwayat besar yang dibuat olehku dan semua utusan dari kerajaan-kerajaan di bumi Nusantara yang sangat pandai. Serta rekan yang menyenangkan bagi keluarga raja Carbon yaitu sahabat nenek moyang, nenek moyangku.

Begitulah caranya aku segera menulis kisah pembuka. Terlebih dahulu semuanya, aku sebagai penyusun dan penulis Kitab Segala Kerajaan di Bumi Nusantara ini dijadikan permata dari semua cerita yang tertulis, akumengucap syukur kepada Hyang Tunggal Yang Mahakuasa. Supaya dijauhkan dari rintangan. Juga semoga aku dijauhkan dari dosa dan kesalahan serta mara-bahaya. Tidak ada sumpah serapah. Tak ada bahaya yang merusak karena fitnah bagi kesejahteraan kerajaan kita semua, dan mendapat kesejahteraan hidup bagikumdan semua penulis kitab ini. Dijadikan pengetahuan oleh semua orang, sekarang dan yang akan datang. Sebagai pengetahuan tentang sejarah raja-raja dan kerajaannya di Bumi Nusantara. Kitab ini hendaknya dijadikan sumber utama dari sekalian peristiwa yang sesungguhnya, dan aku tidaklah mengubah peristiwa yang sesungguhnya. Serta bermanfaat bagi pemimpin sekalian warga masyarakat, golongan rendah, menengah, dan atas. Mulai masa sekarang hingga masa yang akan datang. Amin. Kisah Pertama Berdasarkan pemeriksaan pada sekian banyak kitab-kitab kuna yang dimiliki oleh mahakawi dari Pulau Sumatera dan mahakawi Pulau Jawa, beginilah kisahnya:

Inti Cerita Naskah

(1).Dimulai ketika Sri Ghandra menjadi Raja Kediri pada tahun seribu seratus tiga (1103) tahun Saka. Besar sekali keinginannya untuk memperluas Kerajaan Kediri.

(2).Sri Gandra yang bergelar Sri Kroncay yahanda Bhuwa (na) palaka Parakramanindita Digjayottunggadewa, kemudian bersama angkatan perang Kediri menyerang dan menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau di bumi Nusantara, termasuk yang ada di Pulau Jawadan pulau-pulau sebelah timurnya. Armada lautnya yang besar berangkat beriringan menuju keutara, ke timur, ke barat. Mereka selalu mendapat kemenangan dalam perangnya.

(3).Tetapi kerajaan-kerajaan di pulau bagian barat semua sudah tunduk kepada kerajaan Sriwijaya. Oleh karena itu, balatentara Kediri lalu menyerang kerajaan Sriwijaya. Demikianlah, armada laut Kediri dengan Sriwijaya berperang di tengah laut Jawa Barat. Pada peperangan itu keduanya bertempur dengan gagah berani, tiada yang kalah. Masing-masing kembali ke negerinya. Cita-cita Sang Prabu Kediri tidak tercapai. Sedangkan kerajaan Sriwijaya tidak berani menyerang Kediri. Dengan sendirinya Raja Sriwijaya kemudian menyuruh utusannya pergi kepada Maharaja Cina memberitahukan dan meminta bantuan Sang Maharaja Cina, karena Kerajaan Kediri ingin menyerang Kerajaan Sriwijaya. Bukankah sudah lama Kerajaan Sriwijaya bersahabat dengan Kerajaan Cina. Begitu juga Kerajaan Kediri sudah lama bersahabat dengan Kerajaan Cina.

(4).Kemudian Maharaja Cina mengutus dutanya dengan membawa dua pucuk surat yaitu sepucuk surat untuk diberikan kepada Raja Sriwijaya, dan yang sepucuk lagi untuk diberikan kepada Raja Kediri. Hal ini dilakukan oleh Sri Maharaja Cina supaya Kerajaan Kediri dan Kerajaan
(5).Sriwijaya segera mengakhiri perseteruan di antara mereka. Serta segera mengadakan perundingan. Pada akhirnya

(6).Raja Kediri mempertimbangkan kembali dan mengakhiri perseteruan dengan menjalin persahabatan. Adapun yang dijadikan tempat mengadakan perjanjian persahabatan kedua negeri ituadalah Sundapura di Bumi Jawa Barat. Serta yang menjadi saksinya dari beberapa negeri yaitu utusan dari Kerajaan Cina, utusan Kerajaan Yawana, Utusan Kerajaan Syangka, utusan Kerajaan Singhala, utusan Kerajaan Campa, utusan Kerajaan Ghaudi, dan beberapa utusan kerajaan dari Bumi Bharata. Dengan segala usaha yang sungguh-sungguh akhirnya selesailah dengan sempurna, dengan mempererat persahabatan dan saling bekerjasama di antara Kerajaan Sriwijaya dengan

(7).Kerajaan Kediri dalam segala hal, pada tahun seribu seratus empat (1104) Saka. Keduanya menaati perjanjian persahabatan itu. Kemudian Kerajaan Sriwijaya sejak saat itu menguasai pulau-pulau di Bumi Nusantara sebelah barat serta Kerajaan Sang hyanghujung. Sedangkan Kerajaan Kediri semenjak itu menguasai pulau-pulau di Bumi Nusantara sebelah timur.

(8).Di antara kekuasaan Kerajaan Sriwijaya atau kerajaan-kerajaan yang takluk kepada Kerajaan Sriwijaya adalah Tringgano, Pahang, Langkasuka, Kalantan, Jelutung, Semwang, Tamralingga, Ghrahi, Palembang, Lamuri, Jambi, Dharmasraya, Kandis, Kahwas, Batak, Minangkabwa, Siyak, Rokan, Kampar, Pane, Kampeharw atau Mandahiling, Tumihang, Parllak, dan di barat Lwas Samudra, dan di Lamuri, Batan, Lampung, Barus, termsuk juga Jawa Barat di Bumi Sunda yaitu daerah yang berada di sebelah barat Sungai Cimanuk, atau di sebelah timur Sungai Citarum  ke sebelah barat. Adapun bagian timurnya merupakan daerah Kerajaan Kediri sampai Jawa Timur dan Mahasin dan sekitar Pulau Sumatera.

(9).Sedangkan yang termsuk kerajaan daerah atau taklukan kerajaan Kediri diantaranya yaitu Tumapel, Medang, Hujung Ghaluh, Jenggi, daerah Jawa Tengah, Ghurun, dan pulau-pulau yang ada di Ghurun Tenggara,Nusa Bali, Badahulu, Lwah Ghajah, Sukun di Taliwang, dan Domposapi, Sanghyang Api, Bhim, Seran, Hutan, Lombok, Mirah, Saksakani, Bantayan, Luwuk, kemudian dari pulaupulau Makasar, Butun, Banggawi,Kunir, Ghaliyao, Salaya, Sumba, Solot, Muar, Wandan, Ambwan, Maloko, Timur,Tanjungnagara di Kapuhas, Kantingan, Sampit, dan Kutalingga, Kutawaringin, Sam(b)as, Laway, Kandangandi Landa, serta Sumedang, Tirem, Sedu, Buruneng, Kalka, Saludung, Solot, Pasir, Baritwa di Sawaku,Tabalung, Tanjungpura, dan beberapa puluh lagi kerajaankerajan kecil di pulau-pulau sekitar Bumi Nusantara.

(10).Demikianlah kekuasaan Kerajaan Kediri berada di sebelah timur Bumi Nusantara. Dengan demikian kedua kerajaan Kediri dan Sriwijaya senantiasa baik dalam persahabatannya.
(11).Pada saat itu ada kerajaan yang sudah berdiri di Sumatera bagian utara yaitu Kesultanan Par[l]lak sebagai kerajaan kecil. Yang menjadi sultan Parlak yaitu Sayid Abdulajis yang bergelar Sultan Alaiddin Syah.

(12).Beliau memerintah kerajaan pada tahun seribu delapan puluh tiga sampai seribu seratus delapan (1083-1108) Tahun Saka.
(13).Bukankah di Pulau Sumatera bagian utara banyak para pendatang dari Negeri Arab, Ghujarat di Bumi Bharata, Parsi, Negeri Sopala, Negeri Kibti, Yaman di Bumi Hadramaut, Bagdad, serta yang lainnya lagi. Mereka para pendatangitu memeluk agama, yaitu agama Rasul yakni Agama Islam. Sang sultan sendiri memeluk agama Islam aliran Syi’ah. Adapun keturunannya yaitu putri Raja Parlak.

(14).Sesudahnya Sayid Abdulajis mangkat kemudian digantikan oleh putranya yaitu Sultan Alaiddin Abdurakim Syah gelarnya. Sayid Abdurakman menjadi sultan pata tahun seribu seratus delapan (1108) Saka sampai seribu seratus tigapulu tiga (1133) Saka.

(15).Sementara itu Negeri Paseh di Bumi Sumatera bagian utara juga sudah lama berdiri sebagai kerajaan kecil sejak tahun seribu lima puluh (1050) Saka. Adapun Sultan Negeri Paseh yang pertama yaitu Sultan Abud Alkamil namanya.

(16).Karena itu lamanya seratus lima puluh tujuh tahun atau sampai tahun seribu dua ratus tujuh(1207) Saka, sudah beberapa orang raja Negeri Paseh.

(17).Adapun Abudul Almalik tersebut asal mulanya adalah seorang laksamana angkatan laut Kerajaan Mesir dari Dinasti Fatimiyah. Dia diberi kekuasaan sebagai sultandi Paseh di Bumi Sumatera bagian utara. Setelah menjadi Sultan Paseh maka raja-raja setelahnya disebut Almalik dinastinya. Karena di Mesir terjadi pergantian dinasti sultan yang memerintahnya, dari Dinasti Fatimiyah ke Dinasti Mamaluk, yang juga disebut Dinasti Ayyub, kemudian Sultan Mesir mengutus dutanya yaitu laksamana angkatan laut Sekh Ismail Asiddik namanya.

(18).Sampailah ia di Pulau Sumatera bagian utara. Di situlah sang laksamana kemudian merajakan kepala daerah Paseh Marah Silu. Bukankah dia dan para pengikutnya sudah memeluk agama Rasul. Marah Silu dirajakan olehnya menjadi Sultan Paseh dengan gelar Sultan Malikus Saleh. Menjadi Raja Paseh pada seribu duaratus tujuh (1207) Tahun Saka hingga seribu dua ratus Sembilan belas (1219) Tahun Saka. Sultan Malikus Saleh kemudian menikah dengan putrid Perlak Ratu Ghang-gansari namanya, ia putrid Sultan Parlak Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah ibnu Malik Abdulkadir.

(19).Adik Putri Ghanggansari yaitu Ratu Ratna Komalasari dijadikan istri oleh Raja Tumasik yaitu Raja Iskandar Syah.
(20).Adapun Sultan Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah menjadi Sultan Parlak pada seribu seratus enam puluh lima (1165) Tahun Saka sampai seribu seratus delapan puluh sembilan(1189) Tahun Saka.

(21).Namanya adalah Sultan Makhdum Alaiddin Abdulkadir Syah. Menjadi Sultan Parlak sendiri empat tahun, yaitu pada seribu seratus enam puluh satu (1161) Tahun Saka sampai seribu seratus enam puluh lima (1165) Tahun Saka. Dia berkuasa sebagai sultan dari hasil perebutan terhadap Sultan Alaiddin Mughayat Syah dari Dinasti Abdulajis. Sultan Makhdum Alaiddin Abdulkadir Syah tersebut nama yang sesungguhnya adalah Wong Agung Meurah Abdulkadir.

(22).Adapun Sultan Alaiddin Mughayat Syah atau sultan yang direbut kekuasaannya menjadi raja sendiri selama tiga tahun yaitu pada seribu seratus lima puluh delapan (1158) Tahun Saka hingga seribu seratus enam puluh satu (1161) Tahun Saka. Dia adalah putra Sultan Alaiddin Sayid Abas Syah ibnu Sayid Abdurakim Syah.

(23).Sultan Sayid Abas Syah menjadi raja pada seribu seratus tiga puluh dua (1132) Tahun Saka. sampai seribu seratus lima puluh delapan(1158) Tahun Saka. Kemudian menurut kisahnya lagi, kakanda Putri Ghanggansari yaitu Sultan Kahdu Abdulmalik Syah namanya,

(24).menggantikan ayahnya yaitu Sultan Makhdum Alaiddin Muhammad Amin Syah. Sultan Makhdum Abdulmalik Syah menjadi sultan pada seribu seratus delapan puluh sembilan (1189) Tahun Saka sampai pada seribu seratus sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka

(25).Seperti yang sudah diceritakan tadi, seluruh kerajaan di Bumi Sumatera diatur dan takluk kepada maharaja Sriwijaya. Demikian pula sultan-sultan yang ada di Sumatera bagian utara sejak berdiri kerajaannya.

(26).Tetapi ada kekhawatiran, sultan tersebut semuanya tidak suka berbakti kepada sang Maharaja Sriwijaya.

(27).Bukankah sultan yang ada di Sumatera bagian utara tersebut adalah pemeluk agama Islam. Sedangkan sang Maharaja
(28).Sriwijaya memeluk agama Budhayana. Oleh karenanya Sultan Parlak yaitu Sultan Makhdum Abdulmalik Syah ibnu

(29).Muhammad Amin Syah tidak mau berbakti dan tidak mau memberikan upeti kepada Maharaja Sriwijaya. Sultan Abdulmalik sudah berkata, katanya, “ Kerajaanku ini kelak akan menjadi merdeka tidak lagi berbakti kepada Maharaja Sriwijaya. Bersamanya Kerajaan Mesir dan Parsi, juga Kerajaan Ghujarat menjadi pemimpin kerajaan-kerajaan di Bumi Sumatera serta diberinya bantuan bagi sultan-sultan yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan

(30).Kerajaan Sriwijaya. Pada akhirnya sang maharaja mendengar hal itu, kemudian murka tiada berkeputusan. Oleh karena itu pada seribu seratus Sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka, bala tentara Sriwijaya kemudian menyerang Sultan Parlak dan terjadilah pertempuran yang seru. Bala tentara Kerajaan Parlak kalah perang dan dikuasai.

(31).Sedangkan Sultan Parlak gugur di medan perang. Bukankah pasukan Sriwijaya demikian besar semuanya tidak terhitung banyaknya. Meskipun Kerajaan Sriwijaya mendapat bantuan dari Maharaja (Cina) di antaranya yaitu senjata, perlengkapan perang, serta bermacam-macam barang, dengan tujuan untuk menjaga serangan musuh yang menyerbu Bumi Sriwijaya, tetapi kemudian Sriwijaya kalah perang melawan bala tentara Singhasari yang dipimpin oleh Senapati Kebo Anabrang pada tahun itu juga. Kemudian digantikan kisahnya sementara. Demikianlah.

(32).Adapun KerajaanTumapel kemudian disebut Kerajaan Singhasari pada waktu sang Prabu Jayawiçnuwardhana menjadi raja, banyaklah sahabatnya dari berbagai negeri. Beberapa di antaranya yaitu, Kerajaan Sunda di Bumi Jawa Barat dengan Kerajaan Melayu Dharmmasraya di Bumi Sumatera. Kerajaan-kerajaan di Bumi Sanghyang Hujung, kerajaankerajaan di Tanjungpura, kerajaankerajaan di Bumi Bharata,

(33).Kerajaan Singhala, kerajaan di Bumi Ghaudi, beberapa kerajaan di Bumi Sopala,Kerajaan-kerajaan Syangka, Campa, Yawana,Tumasik, Singhanagari, Kerajaan Cina, dan banyak lagi yang lainnya.Raja Melayu Dhar mmaçraya yaitu Sri Trailokyaraja Maulibhuçana Warmmadéwa gelarnya, memperistri Putri Raja Syangka. Dari perkawinannya mempunyai anak beberapa orang. Tiga orang di antaranya masing-masing yaitu yang tertua di kemudian hari menggantikan ayahnya menjadi raja dengan gelar Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa. Yang kedua perempuan, Darakencana namanya. Dan yang ketiga Darapuspa namanya, serta masih ada beberapa lagi anak Raja Melayu ini.Pada waktu Prabhu Kertanagara menjadi rajamuda Singhasari memperistri Darakencana. Sedangkan Darapuspa diperistri oleh rajamuda Kerajaan Sunda yaitu Rakryan Saunggalah Sang Prabhu Ragasuci namanya. Dari perkawinannya, Prabhu Kertanegara dengan Darakencana lahirlah beberapa orangnanak.

(34).Dua orang di antaranya yaitu Darajingga namanya dan Dara petak namanya. Dari perkawinan Darapuspa dengan Rakryan Saunggalah lahirlah beberapa orang anak, salah satu di antaranya yaitu sang Prabhu Citragandha Bhuwanaraja gelar kebesarannya, kelak menggantikan mertuanya yaitu Prabhu Ghuru Dharmmasiksa menjadi raja Sunda. Pada saat sang Tribhuwanarajamauli Warmmadewa berkuasa di Kerajaan Melayu Dharmmaçraya,Maharaja Cina na tidak berkeinginan menaklukkan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau Bumi Nusantara. Seperti Kerajaan Melayu dan kerajaankerajaan lainnya yang ada di Sumatera. Sedangkan Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa Sumatera bagian utara dijadikan sahabat oleh Maharaja Cina. Padahal sesungguhnya ada keinginan untuk mengalahkan dan menguasai Bumi Nusantara, menjadi raja segala raja.

(35).Oleh sebab itu Maharaja Cina selamanya bersahabat dengan Kerajaan Sriwijaya, serta juga memberikan bantuan segala macam perlengkapan perang dan keperluan kerajaan olehnya pada waktu Sultan Parlak melepaskan negaranya dari kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Sang Sultan berdamai dan mencari bantuan kepada Kerajaan Singhasari. Pada seribu seratus sembilan puluh tujuh (1197) Tahun Saka

(36).Raja Singhasari Sri Maharaja Kartanagara mempersiapkan bala tentaranya menuju ke Negeri Melayu dipimpin oleh Sang Kebo Anabrang sebagai Panglima Angkatan Laut dan Panglima Perang. Bala tentara Singhasari berangkat dengan segala peralatan perang dan perlengkapannya. Balatentara Singhasari yang berangkat ke seberang memiliki tujuan yang banyak, di antaranya yaitu ingin menjalin persahabatan dengan Kerajaan Melayu, Kerajaan Parlak, dan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau-pulau di Bumi Nusantara.

(37).Selain itu keberangkatan Sang Kebo Anabrang ke Sumatera dengan membawa pulang permaisuri yaitu Darakencana, istri Sri Maharaja Kertanagara, karena sang permaisuri ingin tinggal di Negeri Melayu, yaitu negerinya. Balatentara Singhasari dijadikan pemimpinbagi kerajaan-kerajaan yang takluk kepada Kerajaan Singhasari termasuk negara yang sudah menjadi sahabat dan meminta agar terus menjalin persahabatan dengan Sri Maharaja Kerta-nagara. Sebagai sahabat mereka, angkatan laut Singhasari selalu berkeliling ke negeri-negeri seberang yaitu Sanghyang Hujung, Tanjungpura, termasuk Bakulapura, Makasar termasuk pulau-pulaunya, Ghurun, Seran, dan pulau-pulau di sekitarnya, Sunda di Bumi Jawa Barat, Ambun, Maloko, dan pulau-pulau di sekitarnya, dan banyak lagi yang lainnya.

(38).Oleh karena itu, ketika Sultan Parlak diserang oleh balatentara Sriwijaya,  balatentara Singhasari datang ke situ, melepaskan Kerajaan Parlak yang ada di Pulau Sumatera bagian utara. Akhirnya balatetara Sriwijaya melarikan diri karena kalah.

(39).Maharaja Cina marah ketika mengetahui balatentara Singhasari uggul perangnya. Tetapi balatentara Cina tidak membalas serangan itu, karena di dalam negerinya juga banyak pemberontakan. Selain itu balatentara Cina juga sedang menaklukkan beberapa negeri yang jauh. Serta balatentara Singhasari tidak memusuhi balatentara Cina, karena Kerajaan Singhasari dengan Kerajaan Cina bersahabat. Kemudian ketika putri Sri Maharaja Kertanagara dari permaisuri Darakencana yaitu Putri Darajingga dijadikan istri oleh sang Rajamuda Melayu Sri Wiswarupaku-mara putra Raja Melayu Dharmmaçraya Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa pada seribu dua ratus tiga (1203) Tahun Saka. Sri Kertanagara diberi hadiah arca Amoghapāça dan surat dari Raja

(40).Melayu dengan beberapa orang mentri raja, ahli nujum, dan balatentara Singhasari. Sangat senanglah hati rakyat negeri Melayu, dirajai oleh Raja Melayu Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa. AdapunTribhuwanaraja dengan Darakencana itu kakak beradik. Jadilah Sri Wiswarupakumara dengan istrinya yaitu Darajingga saudara satu kakek. Kemudian sang mahakawi dari Sundagiri dan sang mahakawi (Swarnabhumi) mengisahkan lagi demikian, tentang hubungan saudara dari keluarga besar Raja Sunda, Raja Melayu, dan Raja Jawa.

(41).Adapun Raja Sunda Prabu Ghuru Darmasiksa dengan gelar Prabu Sanghyang Wiçnu atau disebut juga Sang Paramārtha Mahāpurusa namnya yang lain beristrikan putri dari Swarnabhumi, keturunan Maharaja Sanggramawijayottunggawarmanyang suda turun-temurun.

(42).Dari perkawinannya dengan putri Swarnabhumi Raja Sunda berputera beberapa orang, dua orang di antaranya masing-masing yaitu, pertama Rakryan Jayagiri yaitu Rakryan Jayadarma namanya yang lain; kedua Rakryan Saunggalah atau sang Prabhu Ragasuci namanya yang lain, kemdian disebut sang Mokteng Taman. Oleh Prabhu Jayawiçnuwardhana, Rakryan Jayadarma dinikahkan dengan keluarganya yaitu Dewi Singhamurti namanya, ia adalah putri Mahisa Campaka.

(43).Menurut sang mahakawi Jawa, Dewi Singhamurti itu namanya Dyah Lembu Tal. Dari perkawinannya, Dewi Singhamurti dengan Rakryan Jayadarma berputeralah Sang Nararya Sanggramawijaya. Menurut sang mahakawi dari Jawa, Sang Nararya Sanggramawijaya menjadi Raja Wilwatikta yang pertaman dengan gelar Kretarajasa Jayawardana atau Rahadyan Wijaya namanya yang lain. Sedangkan adik Rakryan Jayadarma yaitu Rakryan Ragasuci menikah dengan putrid Maharaja Trailokyaraja Maulibhuçanawarmmadewa, Raja Melayu Dharmaçraya yaitu Darapuspa namanya. Dan kakaknya Darapuspa yaitu Darakencana dijadikan istri oleh Prabhu Kretanagara.
(44).Dan kakandanya Darakencana yaitu Tribhuwanaraja Mauliwarmmadéwa dijadikan rajamuda pada waktu itu juga. Kemudian dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Adapun Rakryan Sunu Jayagiri Sang Jayadarmma tidak pernah menjadi Raja Sunda di Bumi Jawa Barat karena beliau meninggal waktu ayahnya masih hidup. Karena itu, Dewi Singhamurti dengan putranya yaitu Raden Wijaya waktu masih kanak-kanak kembali ke negeri asalnya hidup bersama mertuanya yaitu Mahisa Campaka.

(45).Ketika sang putera menginjak remaja, ia sangat pandai, mahir dalam segala ilmu, mahir memanah dan mahir dalam ilmu kenegaraan serta ilmu yang lainnya. Karena sang putera tinggal di keraton Singhasari bersama saudaranya yaitu Prabu Kretanagara, serta dia selalu belajar kepada beberapa menteri dan senapat, sang prabu, dan orang-orang yang mahir dalam ilmu pengetahuan. Karena itu,oleh Sang Prabhu Kretanagara, sang putera yaitu Raden Wijaya dijadikan senapati angkatan perang Singhasari.

(46).Adapun perkawinan Sang Prabu Ragasuci dengan puteri Melayu Darapuspa berputera beberapa orang, salah satu di antaranya Sang Prabu Citraghanda Bhuwanaraja, yang menggantikan ayahnya yaitu Sang Prabu Ghuru Dharmasiksa menjadi raja Sunda. Waktu pertama mulai Raden Wijaya menjadi raja Wilwatikta, mertuanya yaitu Sang Prabu Ghuru Dharmasiksa sudah berpesan kepada cucunya, “janganlah kamu memaksakan kehendak atau ingin menyerang dan menguasai Bumi Sunda, karena sudah dikelilingi oleh saudaramu nanti kalau aku sudah meninggal. Karena negaramu sudah besar, aman, dan sentosa. Aku tahu keutamaan cucuku dalam keunggulan dan kemenangan atas musuhmu, nanti engkau akan menjadi raja besar.Itu adalah takdir dari Hyang Tunggal yang sudah menjadi suratannya. Seyogyanya Kerajaan Jawa dengan Kerajaan Sunda saling berdekatan erat, bekerja bersama-sama, saling mengasihi di antara saudara! Karena itu janganlah saling menyerang kekuasaan kerajaan masing-masing, sehingga menjadi baik, selamat, dan sejahtera! Jikalau Kerajaan Sunda mendapat kesusahan, Wilwatikta sedapat-dapatnya memberikan bantuan, demikian juga Kerajaan Sunda kepada Wilwatikta!” Kemudian amanat Sang Prabu Ghuru Darmasiksa selalu ditaati oleh Raden Wijaya dengan setia, serta menepati janjinya. Demikianlah, sejak berdiri Kerajaan Wilwatikta sampai pada enam puluh tahun Kerajaan Sunda dengan Kerajaan Wilwatikta senantiasa rukun bersaudara, tidak pernah ada permusuhan, tidak pernah terjadi penyerangan antara Sunda dan Jawa.

(47). Kelak Dengan perbuatan tercela yang dilakukan oleh sang Patih Amangkubhumi Ghajah Madalah hancurnya persaudaraan antara orang Sunda dengan orangJawa. Pada permulaan Raden Wijaya menjadi raja, di Kerajaan Sunda yang menjadi raja adalah sang Prabu Guru Darmasiksa, yang bertahta pada seribu sembilan puluh tujuh (1097) sampai seribu dua ratus sembilan belas (1219) Tahun Saka.

(48).Kemudian digantikan oleh puteranya yaitu Prabu Ragasuci, yang memerintah selama enam tahun. Raja Sunda Prabu Ragasuci adalah saudara Raden Wijaya. Oleh sebab itu raja Wilwatikta pertama yaitu keturunan bangsawan, karena dari pihak ayahnya dia adalah cucunda Prabu Ghuru Darmasiksa yaitu raja Sunda di Bumi Jawa Barat dari ibunya. Dia adalah cucu dari Ratu Angabhaya (Pelindung) Kerajaan di Bumi Jawa Timur.

(49).Sedangkan saudaranya yaitu Sri Maharaja Kretanagara menjadi raja besar di Bumi Nusantara. Selanjutnya Raden Wijaya telah membuat perjanjian yaitu perjanjian persaudaraan dengan semua raja-raja daerah di Bumi Jawa Barat karena mereka semua satu keluarga. Lebih-lebih Raja Sunda sang Prabhu Dharmasiksa adalah mertuanya

(50).Raden Wijaya senantiasa menghormati dan mempersembahkan hadiah benda-benda berharga kepada ayahnya. Kemudian sang Prabu Ghuru memberkati cucundanya. Pada masa sang kakek Sanggramawijaya menjadi Raja Wilwatikta, di antarakerajaan-kerajaan di Bumi Nusantara saling bersahabat dengan erat seakan-akan bersaudara. Akhirnya Kerajaan Wilwatikta dijadikan kerajaan luar biasa di Bumi Nusantara. Setiap negara mengirimkan utusannya, tinggal di negara sahabatnya. Kelak oleh Patih Amangkubhumi Ghajah Mada semua sahabat Kerajaan Wilwatikta dijadikan taklukan Wilwatikta. Negeri yang tidak mau takluk kemudian dibuatnya bertekuk lutut.

(51).Tetapi tidak semua negeri di Bumi Nusantara takluk kepada Kerajaan Wilwatikta. Semenjak Kerajaan Melayu takluk kepada Kerajaan Sriwijaya lama antaranya. Tetapi setelah itu Kerajaan Singhasari kemudian menyerang Swarnabhumi, dan Kerajaan Sriwijaya sendiri tidak kuat menahan serangan dari balatentara Singhasari.

(52).Bukankah SriKretanagara menjadi menantu Raja Melayu. Karena itulah Kerajaan Singhasari menjadi pemimpin Kerajaan Melayu.

(53).Sedangkan balatentara Sriwijaya melarikan diri ke utara. Kemudian sesudah itu Sri Kertanagara mangkat, di Swarnabhumi berdirilah kerajaan-kerajaan kecil yang masing-masing berkuasa sebagai kerajaan merdeka. Terutama di Swarnabhumi bagian utara beberapa kerajaan Islam berdiri, yang menurut kabar berada di tepi pantai. Salah satu di antaranya ialah kerajaan Islam yang bernama Kerajaan Paseh di daerah Swarnabhumi bagian utara. Rajanya disebut sultan karena agamanya Islam. Sultan Paseh yaitu Al Malik Assaleh nama gelarnya. Beliau menjadi Raja Pasai lamanya dua belas tahun, yaitu pada seribu dua ratus tujuh (1207) Tahun Saka hingga pada seribu dua ratus Sembilan belas (1219) Tahun Saka.

(54).Sesudah beliau mangkat, kemudian digantikan oleh puteranya yaitu Sultan Muhammad Al Malik Al Jahir namanya.

(55).Beliau menjadi sultan selama dua puluh delapan tahun, yaitupada seribu dua ratus sembilan belas (1219) Tahun Saka hingga seribu dua ratus empat puluh tujuh (1247) Tahun Saka.

(56).Kemidian digantikan oleh puteranya yaitu Sultan Ahmad dengan bergelar Sultan Ali Jainal Abiddin Al Jahir. Sultan Ahmad memerintah kerajaannya pada seribu dua ratus empat puluh tujuh (1247) sampai dengan seribu dua ratus sembilan puluh tujuh (1297) Tahun Saka.

(57).Beliau menjadi Sultan Paseh sendiri selama lima puluh tahun. Oleh karena itu beliau menjadi gurubesar agama Islam. Sedangkan singgasana kerajaan diserahkan kepada puteranya yang hampir sama namanya yaitu Sultan Jaenal Abidin namanya.

(58).Sementara itu Sultan Ahmad wafat pada seribu tiga ratus dua puluh tujuh (1327) Tahun Saka. Sultan Jainal Abidin menikah, pada waktu ia menjadi raja muda yaitu pada seribu dua ratus enam puluh delapan (1260) Tahun Saka.

(59).Karena itu SultanJainal Abidin lamanya menjdi Sultan Paseh yaitu tiga puluh satu tahun, yaitu seribu dua ratus Sembilan puluh tujuh (1297) Tahun Saka sampai dengan seribu tiga ratus dua puluh delapan (1328) Tahun Saka.

(60).Sultan Jainal Abidin menurunkan beberapa orang anak. Beberapa orang di antaranya yaitu yang tertua perempuan, Ratu Bhuhayya namanya.

(61).Kemudian menurut kabarnya lagi, Ratu Bhuhayya itu disebut sang Ratu Anisah Halli, yaitu namanya pada waktu kecil. Adapun Ratu Bhuhayya dijadikan istri oleh Abdullah Salahhuddin ibnu Hasyim.

(62).Sesudah Sultan Jainal Abidin wafat, Abdullah Salahhuddin menggantikannya menjadi Raja Paseh, tetapi dia sendiri lamanya bertahta dua tahun. Ini karena Sultan Abdullah Salahhuddin gugur di medan perang melawan Raja Nakur pada seribu tiga ratus tiga puluh (1330) Tahun Saka.
(63).Tetapi Kerajaan Paseh tidak dapat dikuasai,karena balatentara kerajaan tidak dapat dikalahkan, apalagi angkatan lautnya.

(64).Pada waktu itu sang permaisuri yaitu Ratu Bhuhayya sangat berduka cita. Ingin sekali ia membalas kematian suaminya kepada Raja Nakur. Kemudian raja isteri dinobatkan mnjadi raja Paseh sementara, menggantikan suaminyayag gugur. Berkatalahia sang raja isteri kepada semuanya, “barang siapa yang dapat membunuh Raja Nakur, maka ia kan dirajakan di Kerajaan Paseh dan dia dijadikan suami raja isteri”.

(65).Setahun kemudian, balatentaraRaja Nakur menyerang lagi negeri Paseh. Pada saat itu juga pecahlah perang dengan hebatnya, tetapi balatentara Raja Nakur kalahdan melarikan diri pulang ke negerinya. Sedangkan Raja Nakur dibunuh oleh tentara angkatan laut Paseh.

(66).Tidak ada yang tahu, mayat Raja Nakur dibawa kepada sang raja istreri. Suka citalah hati sang ratu dengan balatentara Paseh yang meang berperang. Kemudian tentara yang dapat membunuh Raja Nakur dirajakanlah menjadi Sultan Paseh degan gelar penobatannya Sultan Hassan Salahuddin, serta dijadikan suami oleh sang Ratu Bhuhayya.

(67).Lamanya tiga tahun saja, selanjutnya adik Ratu Buhayya yaitu Said namanya tidak senang melihat kelakuan sang sultan yang tidak baik kepada balatentara dan rakyatnya. Semua pembesar, gurubesar agama Islam, dan para ahli nujum, raja-raja daerah dan keluarga besar istana serta orang banyak tidak senang kepada sultan yang baru. Karena tingkah lakunya tidak senonoh dan perbuatan menghukum orang banyak,para ahli nujum, dan balatentara yang salah dilakukan sultan dengan sangat kejam.

(68).Sudah banyak orang-orang yang dijatuhi hukuman mati hanya karena kesalahan yang tak seberapa. Oleh karena itu, adik Ratu Bhuhayya yaitu Said kemudian berhasil membunuh sultan pada seribu tiga ratus tiga puluh empat (1334) Tahun Saka.

(69).Kemudian beliau menjadi Sultan Paseh dengan nama nobatnya Sultan Said Jainal Abiddin. Beliau menjadi sultan lamanya tujuh tahun, yaitu pada seribu tiga ratus tiga puluh empat (1334) Tahun Saka sampai dengan seribu tiga ratus empat puluh  satu (1341) Tahun Saka.

(70).Selanjutnya digantikan oleh puteranya yaitu Sultan Abdulmalik Haidar ibnu Said Jainal Abiddin gelarannya. Lamanya menjadi raja sendiri empat tahun, yaitu pada seribu tiga ratus empat puluh satu (1341) Tahun Saka sampai dengan seribu tiga ratus empat puluh lima (1345) Tahun Saka.

(71).Sultan ini menurunkan beberapa orang anak, salah satu di antaranya yang tertua perempuan yaitu Ratu Nahrisah namanya. Kemudian Ratu Nahrisah menjadi Raja Paseh pada seribu tiga ratus empat puluh lima (1345) Tahun Saka sampai dengan seribu tiga ratus Sembilan puluh (1390) Tahun Saka

(72).Adapun Kerajaan Paseh pada masa Sultan Ahmad atau Sultan yang bergelar Ali Jainal Abiddin berkuasa sebagai sultan penyelang, pada seribu dua ratus tujuh puluh satu (1271) Tahun Saka, Kerajaan Paseh berada di bawah kekuasaan Kerajaan Wilwatikta.

(73).Tunda dahulu kisah itu sementara, marilah kembali melanjutkan kisah tentang para pendatang dari beberapa negeri di pulau-pulau di Bumi Nusantara

(74).Adapun yang mula-mula menjadi tujuan kedatangan mereka yaitu di antaranya berbuat kebajikan dalam perniagaan berbagai macam barang-barang, pakaian, perhiasan, berbagai kebutuhan rumah tangga, bahan makanan, bermacam-macam perhiasan dari emas, perak, yang sangat elok buatannya, juga berbagai macam perhiasan raja-raja, permaisuri, dan banyak-banyak lagi.

(75).Tetapi ada juga yang datang di situ sambil menyebarkan agamanya. Adapun kebanyakan para pendatang dari negeri-negeri Arab bagian selatan Parsi dengan menggunakan perahu-perahu besar, Syam, Kibti, di negerinya mereka memeluk agama Rasul, di antara mereka satu atau dua orang ada yang kemudian tinggal di Pulau Sumatera bagian utara, serta di kota Warughasik di Pulau Jawa. Selain itu juga ada yang mengajarkan agama Islam, tetapi pada umumnya penduduk pribumi di Pulau Jawa masih memeluk agama Hindu Siwa, agama Budha, agama Hindu Waisnawa, dan kepercayaan kepada roh nenek moyang.

(76).Sedangkan penduduk di Pulau Sumatera memeluk agama Budha.Oleh karena agama Rasul yang diajarkan kepada penduduk tidak berhasil menyebar ke desadesa, kecuali satu atau dua orang penduduk saja, maka para gurubesar agama Islam selalu merasa khawatir karena pada umumnya penduduk, balatentara, para menteri kerajaan, dan sang mahaprabu pun tidak berniat untuk mengganti agamanya.

(77).Tetapi di Pulau Sumatera bagian utara sudah banyak orang Arab dan Parsi, Syam, Kibti, dan sebagainya yang sudah lama tinggal di situ.

(78).Oleh karenanya, Syekh Hibatullah dari negeri Parsi dating ke Pulau Sumatera, kemudian datang ke Pulau Jawa lalu kembali lagi ke Pulau Sumatera. Anak-cucunya ada yang kemudian tinggal di Pulau Jawa, Sumatera, dan Semenanjung (Malaya), India, negeri Cina, negeri Campa, dan sebagainya. Cucunya yang perempuan tinggal di Jawa Timur, dan meninggal pada seribu empat (1004) Tahun Saka.

(79).Suaminya adalah15 saudagar kaya raya dari Sumatera. Ia menurunkan beberapa orang anak yang tinggal di Pulau Jawa, ada juga yang tinggal di Pulau Sumatera, dan tinggal di negeri-negeri lainnya. Adapun Sekh Sayid Hibatallah ibnu Muhammad bersama dua orang saudaranya kemudian pergi ke Sumatera, tinggal di situ selama beberapa tahun. Kemudian kembali lagi ke negerinya. Selain itu, Sekh Sayid ini adalah keturunan dari Sayidina Ali ibnu Abithalib menantu Baginda Rasul Muhammad.

(80).Kemudian, menurut kabarnya pula, Sekh Sayid Hibatallah menurunkan anak beberapa orang, dua orang di antaranya yaitu Sekh Sayid Maimun dan Sekh Muhammad Saleh. Adapun Sekh Sayid Maimun menurunkan beberapa orang anak, salah satu di antaranya Phatimah, yang menikah dengan Sayid Abuhasan saudagar kayaraya dan tinggal di Jawa Timur. Dari perkawinannya dikaruniai beberapa orang anak, di antaranya Sekh Sayid Abdurahman yang tinggal di kota Tarim negeri Arab bagian selatan. Sedangkan putra-putra yang lainnya ada yang tingal di Pulau Jawa, Ghujarat, dan Sumatera. Sekh Sayid Abdurahman dikaruaniai anak beberapa orang.

(81).Salah satu di antaranya perempuan yaitu Sarah dijadikan isteri oleh Sayid Abdulmalik serta berputera beberapa orang yang tinggal di situ, dan ada juga yang tinggal di Pulau Jawa. Sedangkan adik Sekh Sayid Maimun yaitu Sekh Muhammad Saleh pergi dari negeri Parsi. Kemudian tinggallah ia di Paseh di Pulau Sumatera bagian utara. Sekh Muhammad Saleh menikah dengan putri Sultan Paseh yaitu Rogayah, ia adalah putri Sekh Sayid Burhannudin Ibrahim, yang bergelar Sultan Malik Ibrahim Makdum.

(82).Adapun Sekh Sayid Burhannudin Ibrahim ini asal mulanya adalah dari Ghujarat di negeri Bharata (India), ia adalahputra Sekh Sayid Mahdum Sidik. Ibunya adalah putri dari Dinasti Nabdhabar di negeri Bharata. Sebelum itu, Sekh Sayid Makdum pada awalnya tinggal di negeri Parsi dan beristrikan kepada seorang wanita Parsi yang kemudian menurunkan beberapa orang anak.

(83).Salah seorang di antaranya ilah Sekh Sayid Hibatallah. Selanjutnya seluruh anak-cucu Sekh Sayid Makdum Sidik menjadi gurubesar agama Islam yang berada di berbagai negeri. Selain itu juga menjadi raja di beberapa negara. Tiada lain karena mereka adalah keturunan Baginda Rasul Muhammad. Adapun Kerajaan Paseh itu pendek kata demikian, sejak seribu lima puluh (1050).

Kesimpulan Isi Naskah

Kisah dimulai dengan meriwayatkan kerajaan Kediri pada tahun1103 Saka di bawah perintah Raja Sri Gandra yang bergelar Sri Kroncayyahanda Buwanapalaka Parakramanindita Digjayottunggadewa meperluas kerajaan untuk menjadi penguasa di Nusantara. Namun, citacitanya tidak terlaksana karena di bagian barat (Sumatera) telah berdiri kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya mengirimkan duta kepada sahabatnya yaitu Maharaja Cina untuk meminta bantuan dari kemungkinan serangan Kediri. Maharaja Cina menyarankan agar kedua negeri itu bersahabat saja dan harus mengadakan pertemuan yang bertempat di Sundapura. Pada tahun 1104 Saka dibuatlah kesepakatan antara Kediri dan Sriwijaya yang isinya menyatakan bahwa Sriwijaya menguasai negeri-negeri di wilayah barat, sedangkan Kediri menguasai wilayah timur Nusantara.Pada masa itu di Sumatera bagian utara telah berdiri kerajaan Islam Parlak dengan rajanya Sultan Alaiddin Syah (1083-1108) Saka. Disamping itu juga berdiri kerajaan Islam Paseh pada tahun 1050 Saka dengan raja pertama Sultan Abud Almalik. Kedua kerajaan ini sebenarnya berada di bawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya, namun pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Abdulmalik Syah (1189-1197) Saka, Sultan Parlak ini mencoba melepaskan diri dari Sriwijaya. Akan tetapi usaha ini sia-sia karena kerajaan Sriwijaya segera menyerang dan menghancurkan kerajaan Parlak pada tahun 1197 Saka.

Baca juga Naskah Wangsakerta II (Pustaka arartwan I Buhumi Jawa Dwipa)
Copyright 2017 Sejarah Cirebon Powered by Blogger.com

Selasa, 15 Agustus 2017

Isi manuskrip sutasoma


Kitab Sutasoma

Judul resmi dari Kitab Sutasoma ini sebenarnya adalah Purusadha. Kitab Sutasoma digubah oleh Mpu Tantular dalam bentuk kakawin (syair) pada masa puncak kejayaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk (1350 – 1389). Kitab yang berupa lembaran-lembaran lontar ini demikian masyhur dalam khazanah sejarah negeri ini karena pada pupuh ke-139 (bait V) terdapat sebaris kalimat yang kemudian disunting oleh para ‘founding fathers’ republik ini untuk dijadikan motto dalam Garuda Pancasila lambang Negara RI. Bait yang memuat kalimat tersebut selengkapnya berbunyi:
Hyāng Buddha tanpāhi Çiva rajādeva
Rwāneka dhātu vinuvus vara Buddha Visvā,
Bhimukti rakva ring apan kenā parvvanosĕn,
Mangka ng Jinatvā kalavan Çivatatva tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan bebasnya:
Hyang Buddha tiada berbeda dengan Syiwa Mahadewa
Keduanya itu merupakan sesuatu yang satu
Tiada mungkin memisahkan satu dengan lainnya
Karena hyang agama Buddha dan hyang agama Syiwa sesungguhnya tunggal
Keduanya memang hanya satu, tiada dharma (hukum) yang mendua
Dengan demikian pernyataan bhinneka tunggal ika tersebut sebenarnya merupakan bagian amat kecil dari buah karya Mpu Tantular. Sebagai bagian yang amat kecil, tak ada yang istimewa pada kata tersebut, apa lagi kemuliaan, bahkan arti harfiahnya pun sangatlah sederhana: berbeda itu satu itu (bhinne = berbeda; ika = itu; tunggal = satu; ika = itu). Lain dari itu, kalimat tersebut pun adalah bagian dari konsep beragama, samasekali jauh hubungannya dengan konsep politik seperti pada pengertian sekarang. 
Lebih jauh, kitab itu pun bukanlah kitab keramat atau pantas dikeramatkan. Mpu Tantular tidak memaksudkannya sebagai kitab tempat orang berguru untuk menyelenggarakan pemerintahan di suatu Negara. Kurang-lebihnya ia adalah kitab yang bernuansa Buddha, dan menceritakan sebuah kisah yang diharapkan dapat diteladani oleh umat Buddha. Kisah tersebut adalah mengenai seorang pemuda bernama Raden Sutasoma. Dari nama tokoh utama tersebutlah kitab tersebut mendapatkan judulnya.

Adapun kisah ringkasnya:
Sang Buddha menjelma ke dunia sebagai Raden Sutasoma putra raja Mahaketu dari kerajaan Hastina. Putra raja tersebut sangat alim dan taat menjalankan berbagai perintah agama Buddha, dan selalu belajar untuk memperdalam pengetahuan agamanya. Setelah cukup umur, oleh ayahandanya ia diperintahkan untuk menikah, dan selanjutnya menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai raja. Akan tetapi titah ayahandanya ia tolak dengan halus. Ia belum ingin menikah ataupun menduduki singgasana Hastina, karena merasa pengetahuannya tentang agama masih terasa amat kurang.
Guna menghindari desakan lebih jauh dari ayahandanya, pada suatu malam Raden Sutasoma dengan diam-diam pergi meninggalkan istana. Tujuannya adalah ke gunung Himalaya, untuk bertapa sambil belajar agama Buddha pada para pertapa yang ditemuinya di sana. Setelah tiba di tujuan, ia mendapat berita dari seorang pertapa bahwa ada seorang raja bernama Purusaha atau Kalmasa, seorang raja penjelmaan raksasa, suka sekali memakan daging manusia.

Adapun mengapa Purusaha suka memakan daging manusia, ceritanya adalah sebagai berikut:
Suatu ketika juru masak raja tersebut kehabisan akal karena persediaan daging untuk makanan raja habis dimakan anjing. Ia telah berusaha keras mencari gantinya, namun tidak berhasil. Karena sangat takut akan murka sang Purusaha, ia terpaksa mengambil daging orang yang belum lama mati, dan memasaknya untuk baginda.
Tatkala baginda bersantap, ia merasa masakan itu sangat nikmat lebih dari masakan-masakan yang dihidangkan juru masak pada waktu-waktu sebelumnya. Maka ia pun memanggil sang juru masak, dan menanyakan apa sebabnya masakan yang ia santap menjadi selezat itu. Juru masak yang ketakutan akhirnya terpaksa berkata terus-terang tentang daging apa yang telah diolahnya di dapur istana.
Baginda ternyata tidak marah, bahkan memerintahkan untuk memasak daging-daging manusia lainnya, karena ia sangat menyukai daging jenis itu. Bertahun-tahun kebiasaan Purusaha berlangsung, bertahun-tahun pula rakyat baginda bermatian di dapur sang raja untuk memuaskan kerakusannya. Akibatnya penduduk negeri baginda tinggal sedikit karena habis dilalap raja atau mengungsi ke negeri lain yang rajanya tidak doyan makan orang.
Pada waktu Raden Sutasoma bertemu dengan pertapa itu, Purusaha atau Kalmasa sedang sakit, dan tinggal di sebuah hutan sebagai seorang raksasa. Ia berjanji jika sakitnya kelak sembuh, maka ia akan melakukan kurban seratus orang raja untuk dipersembahkan kepada dewa Kala.
Pertapa yang bercerita itu mohon kepada Raden Sutasoma untuk membunuh raksasa tadi. Tetapi Raden Sutasoma menolak permohonan itu.
Maka sang Sutasoma pun pergi dari tempat pertapa itu untuk melanjutkan perjalanan berkelana untuk berguru kepada pertapa-pertapa lain. Dalam perjalanan ini ternyata ia bertemu dengan seorang raksasa berkepala gajah. Raksasa itu mengancam akan membunuh Raden Sutasoma. Tetapi berkat kearifan dan ilmu yang dimilikinya sang pangeran dapat menundukkan raksasa tersebut dan memberinya pelajaran tentang agama Buddha. Setelah itu keduanya lalu melanjutkan perjalanan bersama.
Dalam perjalanan itu berselang beberapa waktu kemudian Raden Sutasoma melihat seekor harimau hendak menerkam anaknya sendiri. Sang pangeran segera mendapatkan harimau tersebut dan menasehati agar sang harimau mengurungkan niatnya. Karena harimau tersebut bersikeras hendak melaksanakan niatnya maka Sutasoma menawarkan dirinya menjadi mangsa sang harimau agar anak harimau tersebut terhindar dari maut. Tawaran tersebut diterima sang harimau, dan ia pun menerkam sang pangeran.
Tewasnya Raden Sutasoma membuat harimau tersebut menyesal dan amat masygul akan tindakannya. Saat itu datanglah dewa Indra ke tempat terjadinya peristiwa itu dan sang pangeran dihidupkan kembali. Harimau lantas menyerahkan diri kepada sang pangeran, bahkan menyatakan diri bersedia menjadi muridnya.
Dari sini Sutasoma melanjutkan perjalanannya kembali dan akhirnya bertapa di gunung Himalaya. Setelah masa bertapa selesai, ia pun kembali ke istana ayahnya di Hastinapura. Belum lama kemudian datanglah ke negeri itu para raksasa pengikut raja Purusada untuk meminta perlindungan. Mereka menghaturkan sembah pada Raden Sutasoma dan menyatakan bahwa mereka baru saja mengalami kekalahan dalam perang melawan raja Dasabahu. Tatkala raja Dasaahu mengetahui bahwa Sutasoma memberikan perlindungan kepada musuh-musuhnya, ia menjadi sangat marah. Tetapi manakala akhirnya ia mengetahui bahwa ia dan keluarga kerajaan Hastina masih memiliki hubungan keluarga, maka kemarahannya pun reda bahkan ia bersedia menikahkan adik perempuannya dengan Raden Sutasoma. Tak lama setelah menikah lalu sang pangeran dinobatkan oleh ayahandanya menjadi raja Hastina. Sejak itu duduklah Raden Sutasoma di atas tahta kerajaan Hastina.
Sementara itu, raja Purusada telah sembuh dari sakitnya. Ia menepati janjinya dengan menangkap seratus orang raja untuk dipersembahkan sebagai kurban kepada dewa Kala. Tetapi dewa Kala menolak persembahan tersebut, dan mengatakan bahwa ia ingin memakan daging Sutasoma raja Hastina. Mendengar itu raja Purusada pun pergi ke Hastina dan menghadap Sutasoma, lalu menceritakan apa yang telah ia lakukan dan apa pula niat dewa Kala. Sutasoma tidak berkeberatan dengan ajukan Purusada untuk menghadap dewa Kala. Kepadanya Sutasoma berkata bahwa ia bersedia menjadi mangsa dewa Kala asalkan ia membebaskan seratus orang raja yang telah diserahkan oleh Purusada padanya dibebaskan.
Mendengar ucapan Sutasoma itu raja Purusada terperanjat. Tak ia sangka Sutasoma demikian rendah hati dan rela menebus segala kejahatan yang ia lakukan. Ia merasa bersalah dan berdosa atas tindakan-tindakannya, lalu bertobat dan sejak itu tidak lagi memakan daging manusia.
Selanjutnya Sutasoma kembali ke kerajaan, dan memerintah Hastina yang menjadi kerajaan aman dan sentosa hingga akhir hayatnya

Pataka kerajaan majapahit yang bersemayam di museum kota new york USA

EMPAT PATAKA KERAJAAN MAJAPAHIT YANG HILANG DARI TANAH AIR

Di bawah ini bakal sedikit kami jabarkan mengenai Pataka peninggalan Kerajaan Majapahit yang semestinya tetaplah ada di negara kita sendiri.
PATAKA SANG DWIJA NAGA NARESWARA
Empat Pataka Kerajaan Majapahit Yang Hilang Dari Tanah Air

Pataka Sang Dwija Naga Nareswara dari Kerajaan Majapahit ini berupa Tombak Pataka Nagari sebagai perwujudan dari Naga Kembar penjaga Tirta Amertha, terbuat berbahan tembaga. Tombak Pataka ini di buat di masa Kerajaan SINGHASARI (era 12 – 13 Masehi), serta diwarisi oleh Kerajaan MAJAPAHIT (Wilwatikta). Adalah hanya satu tombak pataka Singhasari yang dapat diselamatkan oleh SANGRAMA WIJAYA ketika keruntuhan Kerajaan Singhasari akibat serbuan Kerajaan Gelang-gelang. Pataka yang lain sukses dikuasai serta dibawa oleh Raja Jayakatwang ke Kerajaan Gelang-gelang.
Pada Tombak Pataka ini lah pertama kalinya di gunakan bendera Kerajaan Wilwatikta (Majapahit) saat di proklamirkan di rimba Tarikh (sesudah penyerbuan pasukan Tartar serta pasukan SANGRAMA WIJAYA atas Kerajaan Gelang-gelang). Bendera itu bernama : Gula – Kelapa (Merah – Putih), yang saat ini kita warisi jadi Bendera Sang Saka Merah Putih.

Tombak Pataka ini saat ini ada di : 

THE METROPOLITAN MUSEUM OF ART
1000 5th Avenue, New York, NY – USA

Dengan data museum seperti berikut : 

Halberd Head with Nagas and Blades
Period : Eastern Javanese period, Singasari kingdom
Date : ca. second half of the 13th century
Culture : Indonesia (Java)
Medium : Copper Alloy
Dimensions : H. 17 1/4 in. (43. 8 cm) ; W. 9 3/4 in. (24. 8 cm)
Classification : Metalwork
Kredit Line : Samuel Eilenberg Collection, Bequest of Samuel Eilenberg, 1998
Accession Number : 2000. 284. 29a, b
This artwork is currently on display in Gallery 247
Hal semacam ini cukup mengherankan saya, sebab Amerika Serikat tak memiliki benang merah histori dengan bangsa Indonesia. Mungkin saja artefak ini di ambil oleh pemerintah kolonial Belanda serta di kirim ke Eropa, baru lalu beralih tangan ke Amerika Serikat (???).
Tombak Sang Dwija Naga Nareswara ini kelihatannya pernah di singgung dalam prasasti th. 1305 AD sisi II yang menerangkan nama abhiseka Kertarajasa Jayawardhana (Bhre Wijaya/pendiri kerajaan Majapahit). Disebutkan kalau nama beliau terbagi dalam 10 suku yang bisa dipecah jadi empat kata yaitu kerta, rajasa, jaya serta wardhana. Unsur kerta mengandung makna kalau baginda melakukan perbaikan pulau Jawa dari kekacauan yang diakibatkan oleh penjahat-penjahat serta membuat kesejahteraan untuk rakyat. Unsur rajasa mengandung makna kalau baginda berjaya merubah situasi gelap jadi situasi terang-benderang akibat kemenangan beliau pada musuh-musuhnya. Unsur jaya mengandung makna kalau baginda mempunyai simbol kemenangan berbentuk senjata tombak berbuntut mata tiga (trisula muka) serta lantaran senjata itu seluruh musuh hancur lebur. Unsur wardhana mengandung makna kalau baginda menghidupkan semua agama, melipat gandakan hasil bumi, terlebih padi untuk kesejahteraan rakyatnya.


PATAKA SANG HYANG BARUNA 

Empat Pataka Kerajaan Majapahit Yang Hilang Dari Tanah Air

Pataka Kerajaan Majapahit ini bernama Sang Hyang Baruna berbentuk satu tombak (Tombak Pataka Nagari) dengan dua mata tombak kembar diatas kepala serta ekor naga, pataka ini terbuat berbahan tembaga. Tombak Pataka ini di buat pada zaman Kerajaan SINGHASARI (era 12 – 13 Masehi), serta diwarisi oleh Kerajaan MAJAPAHIT (Wilwatikta). Pataka ini umum dipasang diatas kapal yang memimpin satu rombongan ekspedisi, untuk menandai ada seorang di atas kapal itu yang melakukan tindakan mewakili Raja atau Negara. Bendera atau panji-panji yang dipasang bernama : “Getih – Getah Samudra” (lima garis merah serta empat garis putih), sebagai bendera armada militer SINGHASARI/MAJAPAHIT. Hingga sekarang ini bendera ini tetaplah digunakan oleh TNI-AL dalam kapal-kapal perangnya di perairan internasional, dengan nama panji-panji : “Ular-ular Tempur”.

Pataka ini pertama kalinya di bawa oleh pasukan ekspedisi PAMALAYU serta diserahkan kembali pada Kerajaan Majapahit sebagai penerus dari Kerajaan Singhasari. Pataka ini sudah berkiprah pada “Ekspedisi PAMALAYU (Singhasari) ”, “Ekspedisi Duta Besar ADITYAWARMAN ke China (Majapahit) ” hal semacam ini dikerjakan 2 x, “Ekspedisi NUSANTARA oleh GAJAHMADA (Majapahit) ”. Serta tetaplah eksis sampai sekarang ini, dilanjutkan oleh TNI-AL sebagai kemampuan maritim Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tombak Pataka (Sang Hyang Baruna) ini saat ini ada di : 

THE METROPOLITAN MUSEUM OF ART
1000 5th Avenue, New York, NY – USA

Dengan data museum seperti berikut : 

Halberd Head with Naga and Blades
Period : Eastern Javanese period, Singasari kingdom
Date : ca. second half of the 13th century
Culture : Indonesia (Java)
Medium : Copper alloy
Dimensions : H. 17 1/2 in. (44. 4 cm) ; Gr. W. 8 1/4 in. (21 cm)
Classification : Metalwork
Kredit Line : Samuel Eilenberg Collection, Gift of Samuel Eilenberg, 1996
Accession Number : 1996. 468a, b
This artwork is currently on display in Gallery 247

Satu hal yang sangat mengganjal di hati (sebagai orang-orang pewaris Majapahit) yaitu : Kenapa Pataka Majapahit ini hingga dapat ada di Amerika Serikat yang nota bene tak mempunyai jalinan kesejarahan dengan bangsa kita?

Empat Pataka Kerajaan Majapahit Yang Hilang Dari Tanah Air


Bendera Getih - Getah - Samudra 

SANG PELOPOR DAN PENERUS PATAKA “SANG HYANG BARUNA”
Dalam menggerakkan politik NUSANTARA (penyatuan semua kepulauan nusantara dibawah panji-panji Kerajaan Majapahit), ada 3 nama besar yang cukup disegani dalam pengerjaannya.

Yang pertama yaitu : ADITYAWARMAN (dengan pangkat tertingi Wredhamantri), yaitu keluarga raja yang melalui karirnya didunia militer sebagai penerus ayahandanya (keluarga Raja Singhasari) MAHESA ANABRANG yang bergelar ADWAYABRAHMA. Kedua-duanya di kenal tangguh di medan pertempuran, jago kiat serta ulet menggerakkan misi diplomatik (MAHESA ANABRANG yaitu pimpinan misi diplomatik ekspedisi PAMALAYU Singhasari ke Kerajaan DHARMASRAYA, jejak ini diikuti putranya : ADITYAWARMAN yang lakukan “mission imposible” dengan lakukan kunjungan diplomatik ke Kaisaran China. Walau sebenarnya baru 2 dekade pasukan Tartar ini digempur dalam pertempuran tanah Jawa oleh Bhre WIJAYA, serta mereka tengah menyiapkan gempuran balasan). Kehandalan ADITYAWARMAN sebagai duta-lah yang dapat menetralkan kondisi serta bahkan juga temukan kesepahaman dalam jalinan diplomatik antar negara. Baik bapak serta anak ini saat lakukan tugasnya : membawa Tombak Pataka SANG HYANG BARUNA.

Yang ke-2 serta ketiga yaitu dua serangkai : Panglima Laut Rakarian Tumenggung MPU NALA serta Mahapatih Amangkubhumi MPU MADA. Keduanya dengan cara bahu-membahu menggerakkan pekerjaan penyatuan Nusantara dengan berkelanjutan di bagiannya semasing. MPU NALA yaitu generasi ke-2 panglima armada laut Kerajaan Majapahit, ayahandanya di kenal sebagai panglima laut yang memimpin rombongan pertama ekspedisi Pamalayu Singhasari menuju Kerajaan Tumasik (Singapura) di selat Malaka. Jadi penunjukannya sebagai Panglima Laut di masa pemerintahan Rani TRIBHUWANA TUNGGADEWI ini berbentuk mutlak, mengingat banyak pelaut-pelaut yang dulu mengabdi pada ayahandanya sudah bersumpah setia mensupport kepemimpinannya mengarungi samudra. Di kenal jago pertempuran laut serta pintar menjadikan satu pasukan laut yang datang dari sebagian negara bawahan.

Mahapatih Amangkubhumi MPU MADA yaitu tokoh kunci dari politik penyatuan Nusantara melalui SUMPAH PALAPA-nya. Seseorang militer tulen yang mengawali kariernya dari bawah sebagai bekel bhayangkara serta di kenal cerdas pelajari pengetahuan pemerintahan. Pemikirannya banyak di pengaruhi oleh politik NUSANTARA Kerajaan Singhasari Raja SRI KERTANEGARA serta hal semacam ini pas dengan pemikiran Rani Majapahit (TRIBHUWANA TUNGGADEWI yang juga cucu dari SRI KERTANEGARA) yang memperoleh pemahaman sama dari ibundanya : DYAH AYU GAYATRI.

Keteguhan hati sang MPU MADA dalam meraih cita-citanya diujinya sendiri dalam beragam medan pertempuran pada separuh saat kehidupannya. Kemampuannya yang ulet, luwes sekalian tegas serta tangguh sudah mewariskan pada kita lokasi Negara INDONESIA Raya yang luas ini.

Dalam menggerakkan ekspedisinya, kapal panglimanya senantiasa membawa Tombak Pataka Sang Hyang BARUNA serta mengibarkan panji-panji kebesaran Majapahit (Getih - Getah - Samudra).

Rupanya perjalanan histori itu diabadikan dengan cara berkelanjutan oleh TNI-AL sebagai kemampuan maritim INDONESIA. Panji-panji Maritim Majapahit tetaplah digunakan sampai sekarang ini, bahkan juga GAJAHMADA dibuatkan monumennya di Markas Komando TNI-AL Surabaya. Keduanya baik MPU NALA ataupun MPU MADA, namanya diabadikan sebagai nama kapal perang : KRI. NALA serta KRI. GAJAHMADA.


PATAKA SANG PADMANABA WIRANAGARI 

Tombak Pataka Nagari kerajaan Majapahit yang ketiga terbuat berbahan tembaga bernama Sang Padmanaba Wiranagari (Teratai Kemuliaan Pembela Negeri).

Empat Pataka Kerajaan Majapahit Yang Hilang Dari Tanah Air

Tombak Pataka ini di buat di masa Kerajaan SINGHASARI (era 12 – 13 Masehi), serta diwarisi oleh Kerajaan WILWATIKTA (MAJAPAHIT). Yaitu Pataka yang diambil kembali oleh beberapa senopati Singhasari eks ekspedisi PAMALAYU di Kerajaan Jayakatwang Kediri. Pasukan ini terasa terluka hatinya karena kerajaan Singhasari diruntuhkan Jayakatwang saat mereka tak ada ditempat, hingga tak dapat membela negara. Saat mereka pamit bertindak perebutan kembali pataka-pataka Singhasari sebagai bentuk pengembalian kehormatan Singhasari pada SANGRAMA WIJAYA pernah tak diperbolehkan. Lantaran SANGRAMA WIJAYA masihlah trauma bakal perang saudara yang barusan dijalaninya (Raja JAYAKATWANG yaitu sepupu SRI KERTANEGARA yang sekalian besannya, serta masihlah memiliki jalinan kekerabatan dengan SANGRAMA WIJAYA lewat kakeknya NARASINGAMURTI).

Lalu beberapa senopati ini nekat pergi sesudah berpamitan pada Prameswari TRIBHUWANESWARI (yang juga putra pertama SRI KERTANEGARA serta istri SANGRAMA WIJAYA). TRIBHUNARESWARI tak menjawab YA atau TIDAK, cuma bersabda : PENUHI DHARMAMU SEBAGAI KSATRYA. Serta ini sebagai legitimasi untuk beberapa senopati ekspedisi PAMALAYU merebut kembali panji pataka peninggalan Singhasari yang ada di Daha.

Mereka pada akhirnya sukses membawa pulang 5 (lima) panji Pataka Singhasari serta meneguhkan sikap beberapa kerabat di lokasi Daha (yang masihlah bingung mesti berlaku mengabdi pada siapa), kalau Majapahit yaitu penerus Singhasari yang sah serta penerus Rajasawangsa.

Pada Tombak Pataka ini lah pertama kalinya di gunakan Simbol Kerajaan Wilwatikta (Majapahit). Ada 4 (empat) kali pergantian simbol negara Majapahit yang pernah ditambatkan pada Pataka ini. Pada photo di atas yaitu simbol ke-2 yang digunakan pada saat pemerintahan Rani TRIBHUWANA TUNGGADEWI serta Raja SRI RAJASANAGARA DYAH HAYAM WURUK, di mana Majapahit alami saat keemasannya. Tentang ke empat Simbol Negara Majapahit bisa anda saksikan pada catatan yang lain. Semuanya Simbol Kerajaan (keempat-empatnya) bernama : SURYA WILWATIKTA. Banyak yang menyebutnya sebagai SURYA MAJAPAHIT.

Tombak Pataka ini saat ini ada di : 

THE METROPOLITAN MUSEUM OF ART
1000 5th Avenue, New York, NY – USA

Dengan data museum seperti berikut : 

Top of a Scepter
Period : Eastern Javanese period, Singasari kingdom
Date : ca. second half of the 13th century
Culture : Indonesia (Java)
Medium : Copper alloy
Dimensions : H. 16 1/16 in. (40. 8 cm)
Classification : Metalwork
Kredit Line : Samuel Eilenberg Collection, Gift of Samuel Eilenberg, 1987
Accession Number : 1987. 142. 184
This artwork is currently on display in Gallery 247

Hal semacam ini cukup mengherankan saya, apa jalinan Amerika Serikat dengan histori bangsa Indonesia. Mungkin saja artefak ini di ambil oleh pemerintah kolonial Belanda serta di kirim ke Eropa, baru lalu beralih tangan ke Amerika Serikat (???).
SANG HYANG NAGA AMAWABHUMI

Pataka Kerajaan Majapahit ke 4 berupa tombak naga memiliki bahan tembaga yang di kenal dengan sebutan Sang Hyang Naga Amawabhumi yang berarti Naga Penjaga Keadilan.

SUSUNAN PENGADILAN 

Empat Pataka Kerajaan Majapahit Yang Hilang Dari Tanah Air

Semuanya ketentuan dalam pengadilan diambil atas nama Raja yang dimaksud Sang Amawabhumi yang berarti : orang yang memiliki atau kuasai negara. Dalam Mukadimah Kutara Manawa (Undang-Undang zaman Majapahit) ditegaskan sekian : Mudah-mudahan Sang Amawabhumi teguh hatinya dalam mengambil keputusan besar kecilnya denda, jangan pernah salah. Jangan pernah orang yang bertingkah salah, luput dari aksi. Tersebut keharusan Sang Amawabhumi, bila beliau menginginkan kerahayuan negaranya.

Dalam hal pengadilan Raja dibantu oleh dua orang dharmadhyaksa, yakni Dharmadhyaksa Kasaiwan (kepala agama Siwa) serta Dharmadhyaksa Kasogatan (kepala agama Budha) dengan sebutan Dang Acarya. Lantaran ke-2 agama itu adalah agama paling utama dalam Kerajaan Majapahit, jadi semua perundang-undangan didasarkan pada ke-2 agama itu. 

Kedudukan Dharmadhyaksa bisa disamakan dengan Hakim Tinggi, mereka itu dibantu oleh lima orang upapatti yang berarti pembantu dharmadhyaksa. Mereka itu dalam sebagian piagam atau prasasti umum dimaksud dengan sang pamegat atau disingkat samgat berarti sang pemutus dengan kata lain hakim. Baik Dharmadhyaksa ataupun Upapatti bergelar Dang Acarya. Pada awalnya ada lima Sang Pamegat yakni Sang Pamegat Tirwan, Sang Pamegat Kandamuhi, Sang Pamegat Manghuri, Sang Pamegat Jambi serta Sang Pamegat Pamotan, kelimanya termasuk juga kelompok Kasaiwan.

Pada saat pemerintahan Dyah Hayamwuruk, ditambah dengan dua orang upapatti dari kelompok Kasogatan yakni Sang Pamegat Kandangan Tuha serta Sang Pamegat Kandangan Rare, hingga keseluruhnya petinggi pengadilan ada dua orang dharmadhyaksa serta tujuh orang upapatti.

Koleksi artefak kerajaan majapahit di USA

Koleksi Foto Artefak Majapahit di USA

28MEI

4 Votes


Arca SRI TRIBHUWANATUNGGADEWI MAHARAJASA JAYAWISNUWARDHANI sebagai PARWATI dari candi di desa Panggih – Trowulan – Koleksi The Metropolitan Museum of Art, New York – USA
Seated female ascetic, Eastern Javanese period, 15th–16th century Bronze  The Metropolitan Museum of Art, New York – USA
Pull toy of a cart and driver, Eastern Javanese period, ca. 15th century The Metropolitan Museum of Art, New York – USA
Door Guardian (Arca Penjaga Pintu — Dwarapala) 1300-1400 CE Indonesia eastern Java Andesite (3) the Asian Art Museum of San Francisco in California